Pendidikan Ramah Anak adalah Pendidikan yang Memenuhi Kebutuhan Anak

Pendidikan ramah anak pada dasarnya adalah sebuah usaha membina anak sejak lahir sampai dengan usia enam atau delapan tahun melalui pemberian rangsangan pendidikan yang baik, menarik, dan menyenangkan. Pemberian rangsangan tersebut dilakukan agar anak dapat tumbuh dan berkembang dengan optimal, baik aspek jasmani maupun rohaninya, sehingga memiliki kesiapan untuk memasuki jenjang pendidikan berikutnya. Dengan demikian, pemberian rangsangan pendidikan yang tidak baik, tidak menarik, dan tidak menyenangkan sesungguhnya merupakan pendidikan yang tidak ramah anak.

***

Pendidikan anak usia dini terjadi di tiga lingkungan, yaitu keluarga, masyarakat, dan sekolah (tri pusat pendidikan Ki Hajar Dewantara). Pendidikan yang ramah anak dengan demikian mengandaikan adanya pendidikan yang baik, menarik, dan menyenangkan di ketiga lingkungan tersebut. Ketiga lingkungan tersebut harus bersinergi untuk mewujudkan pendidikan yang ramah. Tanpa adanya sinergitas, maka tumbuh kembang anak yang optimal yang diidamkan akan sulit terwujud. Yang terjadi adalah saling menyalahkan antar pihak di ketiga lingkungan tersebut. Lembaga PAUD menyalahkan orang tua, dan sebaliknya orang tua menyalahkan lembaga, bila terjadi hal-hal yang tidak diinginkan pada diri seorang anak.

Maslow mengindentifikasi bahwa kebutuhan anak (dan orang dewasa pada umumnya) yang terbesar adalah aktualisasi diri (Morrison, 2008). Hanya saja anak hanya dapat mengaktualisasikan dirinya bila kebutuhan-kebutuhan dasar mereka tercukupi. Kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut mencakup: nutrisi, keamanan, kasih sayang, dan kepercayaan diri. Berdasarkan teori aktualisasi Maslow ini, untuk mewujudkan pendidikan ramah anak, maka tiga lingkungan pendidikan tersebut di atas harus bersinergi untuk bagaimana dapat memenuhi kebutuhan-kebutuhan dasar tersebut. Seperti: keluarga harus menjamin bahwa nutrisi anak tercukupi dengan menyediakan makanan yang sehat, masyarakat harus menjamin keamanan anak-anak manakala bermain, guru-guru di sekolah harus bisa membangun kepercayaan diri anak dini, dan semua orang di ketiga lingkungan tersebut dapat memberikan kasih sayang kepada anak-anak. Barulah kemudian anak-anak dapat beraktualisasi diri.

Menurut Erikson aspek-aspek perkembangan anak, yakni sosial dan kognitif berkembang bersamaan dan tidak bisa dipisah-pisahkan(Morrison, 2008). Menurutnya, kepribadian dan keterampilan sosial anak itu tumbuh dan berkembangan sebagai bentuk respon anak terhadap permintaan, harapan, nilai-nilai dalam masyarakat, keluarga, dan sekolah. Berdasarkan teori ini, ketiga lingkungan pendidikan anak; keluarga, masyarakat, dan sekolah berperan penting dalam mewujudkan pendidikan yang ramah anak atau pendidikan yang TIDAK ramah anak.

Orang-orang dewasa di ketiga lingkungan tersebut berperan menentukan perkembangan sosial dan kognitif anak. Guru yang mampu membantu anak-anak untuk mengatasi tuntutan dapat mempelajari keterampilan baru, dapat menghindarkan anak-anak dari kegagalan dan perasaan tidak kompeten/mampu (inferior). Sebaliknya, guru yang melakukan pembiaran dalam pendidikan, berarti ia telah melaksanakan pendidikan yang tidak ramah anak. Erikson menengarahi bahwa banyaknya kasus kekerasan yang juga terjadi pada anak dikarenakan anak-anak merasa inferior, tidak disambut baik, dan tidak memiliki keterampilan sosial untuk bergaul dengan teman sekelas.

Tanpa bermaksud menafikan fakor lainnya, betapa lingkungan pendidikan anak sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Secara lebih detail, teori ekologi Urie Bronfenbrenner (1917-2005) menjelaskan bahwa tumbuh kembang anak itu dapat dilihat dari konteks sistem hubungan yang membentuk lingkungan mereka. Teori ini lebih datail dari Tri Pusat Pendidikan Ki Hajar Dewantara, yang memerinci pembentukan pengaruh dari lima sistem lingkungan, yaitu: mikrosistem, mesosystem, eksosistem, makrosistem, dan kronosistem.

Mikrosistem mencakup lingkungan orang tua, keluarga, teman sebaya, pengasuh/asisten rumah tangga, sekolah, tetangga, lingkungan rumah dan sebagainya. Perilaku anak mempengaruhi sistem ini dan juga dipengaruhi sistem ini. Perilaku tertentu anak seharusnya ditindaklanjuti guru atau orang tua dengan memberikan perlakuan tertentu pula yang sesuai. Jadi, keramahan orang tua dan guru terhadap anak adalah dengan memberikan perlakuan yang sesuai.

Mesosistem mencakup interaksi antar komponen dalam mikrosistem (orang tua – guru – asistenrumah tangga – pengasuh – tetangga). Interaksi pada lingkup ini seperti dukungan keluarga terhadap pembatasan penggunaan gadget di rumah, yang mana seberapa tinggi dukungan tersebut berpengaruh terhadap kinerja anak di sekolah atau terhadap perkembangan anak secara umum.

Eksosistem adalah sistem lingkungan yang berisi kejadian-kejadian yang terhadapnya anak-anak tidak memiliki interaksi langsung, akan tetapi dapat mempengaruhi anak secara tidak langsung. Kondisi lingkungan keluarga yang kurang memberikan pengawasan terhadap anak karena sebagian besar orang tua bekerja, menyebabkan anak memiliki kebebasan dalam berinteraksi dengan lingkungan masyarakat (Purnama, dkk., 2020).

Makrosistem mencakup budaya, adat, dan nilai masyarakat secara umum. Seperti budayamisuh(swearing) dalam komunikasi di Kampung Meduran, Malang, misalnya memanggil orang lain dengan nama hewan sepertipatek(anjing),bedhes(monyet),asu(anjing), meskipun merupakan hal yang wajar dilakukan, pada akhirnya membentuk budayamisuhpada anak-anak (Purnama, dkk, 2020). Contoh lainnya, kebebasan anak-anak menggunakan sosial media dapat mempengaruhi perkembangan anak (Milla, 2006; Pebriani, 2017). Kekerasan sosial dan kekerasan media membuat anak menjadi lebih kasar, dan juga menyebabkan banyak anak ketakutan dan terancam.

Kronosistem mencakup pengaruh lingkungan dari waktu ke waktu beserta caranya mempengaruhi perkembangan dan perilaku. Peranan keluarga, khususnya peran ibu yang berubah saat ini, yakni ibu karier, sehingga bapak-ibu Bersama-sama berkarier (dual carier) mempengaruhi perkembangan dan perilaku anak, orang tua terutama ibu tidak lagi berperan maksimal dalam asah, asih, dan asuh (Hidayati, 2016; Rustham, 2019).

***

Berdasarkan penjelasan di atas, dapatlah disimpulkan bahwa lingkungan pendidikan berperan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan anak usia dini. Lingkungan yang tidak dapat berfungsi dengan baik pada akhirnya tidak dapat memenuhi kebutuhan tumbuh kembang anak. Dengan demikian, dapat ditegaskan bahwa pendidikan yang ramah anak adalah pendidikan yang dapat memenuhi kebutuhan anak. Pendidikan yang demikian hanya dapat terwujud apabila semua unsur lingkungan pendidikan dapat berfungsi dengan baik. Wallahu’alam. (Sigit Purnama)