Perubahan Nomenklatur Program Studi PGRA menjadi PIAUD dan Signifikansinya dalam Pengembangan Ilmu
Dalam beberapa tahun terakhir ini telah terjadi beberapa perubahan dalam pengelolaan pendidikan tinggi Islam di Indonesia. Salah satu perubahan tersebut yang kemudian akan dikaji dalam tulisan ini adalah perubahan tata nama (nomenklatur) yang dipakai dalam bidang atau ilmu tertentu pada jenjang perguruan tinggi Islam, baik program sarjana, magister maupun doktor, khususnya Program Studi PGRA. Sebagaimana diketahui bahwa program studi ini merupakan salah satu program studi yang relatif baru di lingkungan Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri maupun Swasta (PTAIN/S). Kementerian Agama baru mengeluarkan izin pendirian program studi ini mulai tahun 2007 dan kemudian memberikan izin operasional pada tahun 2008 pada beberapa PTAI.
Sebatas penelusuran penulis, IAIN Raden Intan Lampung tercatat sebagai salah satu PTAI yang pertama kali membuka Program Studi PGRA untuk program sarjana. Meskipun demikian, berdasarkan studi dokumen penulis, belum ada peraturan perundang-undangan, baik peraturan setingkat Keputusan Menteri Agama maupun Peraturan Dirjen yang mengatur nomenklatur Program Studi PGRA sampai dengan tahun 2008. Baru pada tahun 2009 keluar Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Penetapan Pembidangan Ilmu dan Gelar Akademik di Lingkungan Perguruan Tinggi Agama. Dalam peraturan ini, PGRA dikategorikan sebagai cabang Agama, bidang tarbiyah, dan Program Studi PGRA. Nomenklatur PGRA ini digunakan sebagai tata nama untuk program sarjana (S1), dan tidak untuk program magister (S2) maupun program doktor (S3). Adapun penamaan yang mendekati PGRA untuk program S2 dan S3 digunakan nomenklatur Program Studi Ilmu Pendidikan Dasar Islam dan Program Studi Ilmu Pendidikan Anak Usia Dini Islam.
Anehnya lagi, beberapa PTKIN seperti UIN Sunan Kalijaga (Pascasarjana) pada tahun 2012 membuka Program Studi PGRA untuk program magister (S2), bukan dengan nomenklatur Ilmu Pendidikan Dasar Islam atau Pendidikan Anak Usia Dini Islam, sebagaimana peraturan tersebut di atas. Juga, pada tahun 2015 membuka konsentrasi Pendidikan Anak Usia Dini Islam (PAUDI) untuk program doktor (S3). Pertanyaannya, atas dasar apa penamaan Program Studi PGRA untuk program magister dan konsentrasi PAUDI untuk program doktor tersebut?.
Lebih rancu lagi, pada tahun ini Kementerian Agama mengeluarkan Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2016 tentang Gelar Akademik Perguruan Tinggi Keagamaan. Dalam lampiran peraturan ini nomor urut 28 muncul nomenklatur “Program Studi” Pendidikan Islam Anak Usia Dini[1]dengan gelar akademik dengan sebutan lengkap Sarjana Pendidikan untuk gelar S1, Magister Pendidikan untuk gelar S2, dan Doktor untuk gelar S3. Padahal, berdasarkan penelusuran dokumen peraturan-peraturan sebelumnya belum pernah muncul nomenklatur Pendidikan Islam Anak Usia Dini untuk program sarjana, apalagi program magister dan program dokter. Pertanyaannya adalah berdasarkan apa penetapan gelar akademik tersebut? Pertanyaan-pertanyaan penulis tersebut sesuai, misalnya dengan edaran yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor SE.I/Dj/I/PP.00.9/131/2014 tanggal 4 Agustus 2015 tentang Kodifikasi Program Studi dan Pelaporan pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDPT) Di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Dalam edaran tersebut, sama sekali tidak ada nomenklatur PGRA untuk S2 maupun PAUDI untuk S3.
Terlepas dari berbagai alasan kebijakan dan kewenangan Kementerian Agama dalam memberikan tata nama program studi, perubahan nomenklatur Program Studi PGRA yang rancu tersebut tetap menarik untuk dikaji dan diperhatikan. Hal ini karena penamaan sebuah program studi itu bukanlah tanpa makna sebagaimana ungkapan “Apalah arti sebuah nama”. Akan tetapi, didalamnya terkandung filosofi, semangat dan tujuan tertentu.
Signifikansi Perubahan Nomenklatur Program Studi
Nomenklatur didefinisikan sebagai tata nama dan atau penamaan yang dipakai dalam bidang atau ilmu tertentu. Ia juga dapat diartikan sebagai pembentukan (sering kali atas dasar kesepakatan internasional) tata susunan dan aturan pemberian nama objek studi bagi cabang ilmu pengetahuan (kbbi.web.id).
Berdasarkan edaran yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0404/E3.2/2015 tanggal 2 Februari 2015 tentang Rumpun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Gelar Lulusan Perguruan Tinggi, perubahan nomenklatur program studi memiliki signifikansi yang besar dilihat dari beberapa tujuan sebagai berikut.
- Memfasilitasi tumbuhnya keilmuan baru di Indonesia, khususnya berbagai disiplin keilmuan yang dibangun oleh riset yang menggunakan pendekatan inter, multi, dan transdisiplin. Penamaan PGRA, PAUDI, atau PIADI itu untuk memfasilitasi tumbuhnya keilmuan pendidikan anak usia dini yang seperti apa dan bagaimana? Pendekatan Islamkah yang akan digunakan? Nampaknya bagian ini yang belum mendapat perhatian lebih dalam pengelolaan program studi ini. Indikatornya, sebatas pengalaman penulis, kajian-kajian yang dilakukan di program studi sebagian besar masih mengacu pada keilmuan barat.
- Memfasilitasi penyiapan tenaga kerja profesional pada bidang-bidang baru yang dibutuhkan oleh Indonesia dan masyarakat internasional melalui penyelenggaraan program studi akademik, vokasi, profesi, dan spesialis yang lebih beragam. Problem yang terjadi di lapangan adalah masih adanya dualisme pengelolaan pendidikan. Lembaga RA biasa menggunakan lulusan PG PAUD, adapun lulusan PGRA sulit untuk menjadi guru di TK. Hal ini riil terjadi di daerah-daerah, seperti kasus di Pati, Jawa Tengah.
- Meningkatkan pengakuan yang setara dari masyarakat ilmiah internasional terhadap hasil pendidikan Indonesia dengan melalui peningkatan akuntabilitas penyelengaraan program studi sesuai dengan bidang keilmuannya dan nama program studi, serta jenjang dan jenis pendidikannya agar lulusan program studi di Indonesia dapat memperoleh pengakuan program studi yang setara oleh masyarakat internasional. Terdapat berbagai kasus dimana lulusan PT Indonesia tidak diakui karena nama program studi tidak dikenal atau dilaksanakan pada jenjang yang berbeda. Apalagi saat ini, rata-rata nilai akreditasi Program Studi PGRA S1 adalah C. Data BAN-PT sampai Oktober 2016 terdapat 44 yang telah mengajukan akreditasi. Dari 44 program studi tersebut, ada 4 (9%) Program Studi PGRA yang mendapat nilai akreditasi B, 40 (91%) lainnya dengan nilai akreditasi C, dan belum ada yang mendapat nilai A.
- Meningkatkan mobilitas mahasiswa dan lulusan oleh pemangku kepentingan nasional dan internasional melalui sosialisasi nama program studi yang diselenggarakan oleh PT beserta CP yang sesuai dengan jenjang dan jenis pendidikan sehingga lebih dikenal oleh pengguna lulusan.
- Meningkatkan kerja sama dengan PT luar negeri dalam hal mobilitasi mahasiswa dalam program pertukaran mahasiswa dan penyelenggaraan program gelar bersama atau gelar ganda, dst. yang membutuhkan kejelasan capaian pembelajaran lulusan dan standar isi program studi.
- Mempromosikan berbagai program studi yang diselenggarakan oleh PT di Indonesia dengan melengkapi nama program studi dengan istilah bahasa Inggris;
- Mempromosikan keilmuan khas Indonesia khususnya ilmu-ilmu di bidang seni, sejarah, bahasa, sastra yang sangat khas Indonesia dibandingkan dengan disiplin akademik yang berkembang di luar negeri.
- Dengan adanya kode baru yang lebih terstruktur, Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (dan Kementerian Agama) dapat memetakan kekuatan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berbasis pada program studi yang diselenggarakan di Indonesia.
Masalah Nomenklatur Program Studi PGRA
Sebagaimana telah disebutkan di atas, PGRA merupakan nomenklatur program studi S1, tidak untuk S2 dan S3, jika mengacu peraturan perundang-undangan yang ada. Penamaan untuk program studi S1 itupun juga mengalami kerancuan. Program Studi Pendidikan Guru Raudlatul Athfal, seperti namanya, bertanggungjawab untuk menyiapkan calon guru RA, yang mana berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, RA merupakan bentuk pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal, selain TK. Dari sisi ini saja terdapat kesempitan peluang pekerjaan bagi lulusan PGRA. Ia semestinya tidak berhak menjadi guru PAUD jalur nonformal, seperti Kelompok Bermain (KB) atau Taman Penitipan Anak (TPA). Bagaimana dengan lulusan PGRA program magister?
Atas dasar itulah, pada tahun 2015 Perkumpulan Program Studi PGRA seluruh Indonesia pernah mengusulkan perubahan nomenklatur S1 dari PGRA menjadi PAUDI. Sebagaimana yang telah terjadi di Perguruan Tinggi Umum (eks IKIP) yang merubah PGTK menjadi PG PAUD. Dan, (tampaknya) telah direspon dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2016 tentang Gelar Akademik Perguruan Tinggi Keagamaan, walaupun dengan penamaan lain, yakni PIAUD (Pendidikan Islam Anak Usia Dini).
Hal itu, belum melihat kajian-kajian pada Program Studi PGRA. Dilihat dari struktur kurikulum pada penamaan matakuliahnya, pada saat ini tampak belum adanya perbedaan dengan PG PAUD, kecuali dengan ditambahkannya kata Islam, seperti Ilmu Pendidikan Islam, Strategi Pembelajaran AUD Islam, dan Evaluasi Pembelajaran AUD Islam. Dengan demikian, belum tampak keilmuan baru yang diusung PGRA melalui riset keilmuan multi pendekatan, inter, multi, dan transdisiplin.
Mekanisme Perubahan Nomenklatur Program Studi
Selama ini, sepengetahuan penulis, tampaknya pengelola program studi (khususnya PGRA) jarang (tidak) dilibatkan dalam perubahan nomenklatur program studi. Padahal, mengacu pada edaran yang dikeluarkan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 0404/E3.2/2015 tanggal 2 Februari 2015 tentang Rumpun Ilmu Pengetahuan dan Teknologi serta Gelar Lulusan Perguruan Tinggi, setidaknya ada beberapa tahapan dalam mekanisme perubahan nomenklatur program studi.
Setidaknya ada 6 (enam) tahapan mekanisme perubahan nomenklatur program studi, sebagai berikut.
- Kajian pendahuluan, yakni dengan mengkaji berbagai masukan dari pemangku kepentingan, sebagaimana yang terungkap dalam proposal pengajuaan pembukaan program studi baru;
- Kajian literatur dan praktik terbaik (best practice) pengelompokkan keilmuan, seperti misalnya taksonomi keilmuan yang dilakukan Dikti, BAN-PT, maupun lembaga-lembaga internasional;
- Focus group discussion(FGD) atau kegiatan ilmiah lainnya dengan berbagai kolegium keilmuan, asosiasi penyelenggara program studi, asosiasi profesi, pakar nasional dan internasional, penyelenggara PT, fakultas, sekolah, program studi, pada perguruan tinggi;
- Menyusun nomenklatur program studi;
- Uji publik; dan
Simpulan
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tata nama program studi itu sangat penting. Melalui program studi itulah akan tumbuh keilmuan baru yang mencerminkan nama program studi. Oleh karena itu, nama Program Studi PGRA, PAUDI, atau PAUDI semestinya akan melahirkan keilmuan baru yang berbeda dengan program studi lainnya. Secara praktis, nomenklatur program studi menjelaskan bidang-bidang baru yang jelas yang akan dimasuki oleh lulusan program studi. Dengan demikian, tidak akan memunculkan masalah baru dikemudian hari manakala lulusan telah terjun di masyarakat.
[1]Penulis memberi tanda kutip pada kata program studi, karena dalam peraturan itu tidak tercantum kata tersebut dalam kolom nomenklatur.